Tata cara pengakhiran hubungan kerja di era Pandemi Covid-19

Pemutusan hubungan kerja di Indonesia diatur dalam Pasal 61 yang menjelaskan Pemutusan Hubungan Kerja hanya dapat terjadi apabila : pekerja meninggal dunia;  berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja;  adanya putusan pengadilan dan/atau putusan ata

Pertanyaan:

Halo pak leg nama saya Mas Agus selaku HR dalam perusahaan kecil kami di jakarta selatan, saya ingin melakukan pemutusan hubungan kerja kepada karyawan kami , meskipun kamu belum menerapkan hubungan kerja secara formal , kira – kira gimana ya caranya untuk mengakhiri hubungan kerja yang baik dan benar?

Jawab : Pengaturan mengenai hubungan kerja di Indonesia , diatur dalam UU No. 23 Tahun 2003 tentang ketenagar kerjaan. UU ini menjelaskan Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Maka dari itu pada dasarnya setiap hubungan kerja anda dengan karyawan anda tentunya memiliki perjanjian kerja baik yang diucapkan secara verbal atau tulisan. Hal tersebut ditegaskan kembali dalam pasal 50 dan 51 yang menjelaskan “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh”  Sedangkan Pemutusan hubungan kerja di Indonesia diatur dalam Pasal 61 yang menjelaskan Pemutusan Hubungan Kerja hanya dapat terjadi apabila :

  1. pekerja meninggal dunia; 
  2. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja; 
  3. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
  4. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.

Maka berdasarkan UU tersebut ke empat alasan itu lah yang dapat dijadikan alasan dalam pemutusan hubungan kerja anda dengan karyawan anda. Bahkan hubungan kerja tidak dapat selesai meskipun pemberi kerja meninggal dunia atau adanya pengalihan perusahaan selama tidak dicantumkan dalam perjanjian pengalihan usaha. Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.  Berikut penelusuran kami mengenai permasalahan umum dan kejadian yang tidak dapat menjadi alasan PHK antara lain :

  • Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
  • Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  • Pekerja menjalankan ibadah yang di perintahkan agamanya
  • Pekerja menikah
  • Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
  • Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
  • Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
  • Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan
  • Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
  • Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Penetapan PHK dapat dilaksanakan jika dalam hal : 

  • Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah dipersyaratkan secara tertulis sebelumnya; 
  • Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
  • Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau 
  • Pekerja/buruh meninggal dunia.

Maka dari itu pastikan dalam pemberhentian hubungan kerja harus sesuai hukum dan dengan alasan yang disediakan oleh hukum. Bahwa dikarenakan hubungan kerja merupakan kesepakatan bersama maka hal tersebut juga tergantung pengaturan dalam perjanjian kerja anda dengan tenaga kerja anda. Lantas apa yang terjadi jika selama ini tidak ada kontrak atau perjanjian yang menyatakan anda dengan karyawan anda. Maka pada dasarnya anda di asumsikan bahwa melaksanakan hubungan kerja secara verbal yang mengakibatkan setiap pemutusan hubungan kerja harus taat dan bergantung sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Lantas apakah diizinkan jika alasan PHK saya diakibatkan karena adanya pandemi Covid-19 yang membuat seluruh perusahaan saya rugi dan tidak ada penghasilan atau karena force majeure? UU Ketenagakerjaan menjelaskan lebih lanjut dalam pasal 164 yang membahas perihal PHK dikarenakan adanya kerugian perusahaan sebagai berikut : “(1)Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4). 

“(2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.  “(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).”

PHK atas dasar Force Majeure juga ditegaskan dalam KUHPerdata 1244-1245 serta adanya beberapa yurisprudensi seperti : 

  • Putusan MA No 435/K/PDT.Sus-PHI/2015
  • Putusan PHI PN palu No.12/Pdt.Sus PHI/2014/PN Pal
  • Putusan PHI PN Medan No.242/Pdt.Sus PHI/2018/PD Mdn

Untuk mengetahui besaran pesangon diatas dapat mengakses di artikel legalku lainya yang sudah kami bahas sangat komprehensif. Lebih lanjut lagi kami juga akan menjabarkan perihal ketentuan mengenai “dirumahkan” sebagai alternatif dari PHK yang mungkin bisa mengakibatkan pembayaran pesangon wajib oleh UU sebagaimana dijelaskan dalam pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Ketentuan mengenai dirumahkan pada dasarnya tidak ada aturan dalam UU Ketenagakerjaan. Namun hal tersebut tercakup dalam SE-907/MEN/PHI-PPHI/X/2004 tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal yang menjelaskan : 

“apabila dalam hal suatu perusahaan mengalami kesulitan yang dapat membawa pengaruh terhadap ketenagakerjaan, maka pemutusan hubungan kerja haruslah merupakan upaya terakhir, setelah dilakukan upaya sebagai berikut : 

  1. Mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas, misalnya tingkat manajer dan direktur ; 
  2. Mengurangi shift ; 
  3. Membatasi/menghapuskan kerja lembur ; 
  4. Mengurangi jam kerja ;
  5.  Mengurangi hari kerja ; 
  6. Meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu ;
  7.  Tidak atau memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya ;
  8. Memberikan pensiun bagi yang sudah memenuhi syarat. 

Pemilihan alternatife dari hal – hal sebagaimana tersebut di atas perlu dibahas terlebih dahulu dengan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan wakil pekerja / buruh dalam hal di perusahaan tersebut tidak ada serikat pekerja / serikat buruh untuk mendapatkan kesepakatan secara bipartite sehingga dapat dicegah kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja.  Penjelasan mengenai efisiensi dirumahkan dalam rangka potensi kerugian perusahaan dapat dijelaskan lebih lanjut dalam  Dalam SE Menaker 5/1998 tersebut dijelaskan bahwa banyak perusahaan mengalami kesulitan. Sebagai upaya penyelamatan perusahaan, maka ditempuh tindakan merumahkan pekerja untuk sementara waktu, dengan ketentuan upah sebagai berikut:

  1. Pengusaha tetap membayar upah secara penuh yaitu berupa upah pokok dan tunjangan tetap selama pekerja dirumahkan, kecuali telah diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau kesepakatan kerja bersama.
  2. Apabila pengusaha akan membayar upah pekerja tidak secara penuh agar dirundingkan dengan pihak serikat pekerja dan/atau para pekerja mengenai besarnya upah selama dirumahkan dan lamanya dirumahkan.
  3. Apabila perundingan melalui jasa pegawai perantara ternyata tidak tercapai kesepakatan agar segera dikeluarkan surat anjuran. Apabila anjuran tersebut ditolak oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berselisih, maka masalahnya agar segera dilimpahkan ke P4 Daerah, atau ke P4 Pusat untuk PHK Massal.

Namun meskipun adanya kegiatan dirumah yang dimana membuat tenaga kerja tidak bekerja harus tetap mempertimbangkan pasal 92 ayat (2) yang dijelaskan bahwa upah harus tetap dibayar penuh jika “pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya, baik karena kesalahan sendiri maupun halangan yang seharusnya dapat dihindari pengusaha.”Pemerintah kita juga telah mengeluarkan Surat edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia tentang perlindungan pekerja/buruh dan kelangsungan usaha dalam rangka pencegahan dan penanggulangan Covid-19 yang pada pokoknya menjelaskan :

  1. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan sebagai Orang Dalam Pemantauan (ODP) COVID-19 berdasarkan keterangan dokter sehingga tidak dapat masuk kerja paling lama 14 hari atau sesuai standar Kementerian Kesehatan, maka upahnya dibayarkan secara penuh.
  2. Bagi pekerja/buruh yang dikategorikan kasus suspek COVID-19 dan dikarantina/diisolasi menurut keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan secara penuh selama menjalani masa karantina/isolasi.
  3. Bagi pekerja/buruh yang tidak masuk kerja karena sakit COVID-19 dan dibuktikan dengan keterangan dokter, maka upahnya dibayarkan sesuai peraturan perundang-undangan.
  4. Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.

Jadi dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha, perubahan besaran dan cara pembayaran upah pekerja dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja. Maka dapat disimpulkan dalam kegiatan pemutusan hubungan kerja antara lain :

  • Harus adanya kesepakatan para pihak yang mengakibatkan pemutusan kerja dengan konsekuensi masing – masing sebagaimana dijabarkan diatas
  • JIka diakibatkan karena kerugian perusahaan dan force majeure selama sudah dibuktikan dan sesuai syarat PHK dapat dilaksanakan
  • PHK harus sesuai dengan ketentuan persyaratan alasan baik yang diizinkan dan tidak diizinkan oleh UU
  • Pemerintah tidak menyarankan kegiatan PHK melalui regulasi dan surat edaran melalui surat edaran dari Kemenaker yang menjelaskan kriteria pengurangan upah dan ketentuan PHK dalam masa kerugian perusahaan.

Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi perusahaan-perusahaan anda yang sedang dalam situasi kendala permasalahan ketenagakerjaan.

Artikel Lainnya

Legalku Bantu Pengusaha Thailand Dirikan Perusahaan di Indonesia

Event internasional yang menyasar para pengusaha dari industri digital ini dihadiri oleh lebih dari 100 exhibitor dari seluruh Asia. Bekerjasama dengan INTCC (Indonesia-Thai Chamber of Commerce), Indonesia mengirimkan perwakilan 7 startup teknologi dan salah satunya adalah LEGALKU, yang fokus pada persoalan hukum bisnis.

Baca »
Semua Layanan Legalku
LegalDoc

Buat Dokumen Praktis

LegalBizz

Urus Legalitasmu

IUMK

Izin Usaha Praktis

Merek

Terdaftar & Terjamin

Edar BPOM

Aman & Terjamin

PIRT

Majukan Usahamu

Izin PSE

Praktis & Mudah

Izin Apotek

Dapatkan Izinmu

Retainer Legal

Oleh Staf Profesional

Retainer ENP

Menjamin Kemulusan Usahamu

Pajak

Mudah & Aman

Kitas

Untuk Izinmu

Sworn Translator

Penerjemah Tersumpah

PT Singapura

Handal & Terjangkau

PT Perorangan

Untuk Usaha Lebih Aman

Pendirian PT

Majukan Usahamu

Sertifikat Halal

Untuk Usahamu Terjamin

LKPM

Pelaporan Praktis

LegalSIstance

Cepat & Membantu

Sertifikat Standard

Buat Izin Uusahamu

Founders Agreement

Buat Mudah Usahamu

PT PMA

Investor Asing

Agreement

Buat Kesepakatan

Shareholder Agreement

Tidak Perlu Repot

Legal Checkup

Cek Izin Usahamu Disini

NIB

Mulai Izin Usaha

Legalku Q&A
Pendirian PT

PMDN – PMA

Drafting Agreement

Drafting Agreement

Terkait Investasi

Legalitas Terkait Investasi

Izin Usaha

Legalitas Izin Usaha

HKI

Hak Kekayaan Intelektual

Legal Due Diligent

Majukan Usahamu

Lainnya

Lihat Semua Knowledge Hukum

Voucher Form

Dapatkan voucher potongan harga dengan mengisi form berikut.

*Setelah mengisi Form diatas, kami tidak akan lagi mengirim Pop-Up ini kepadamu :)
*Oh iya Tenang, kami tidak akan melakukan SPAM kok
Check Keabsahan Legalitas

Berdasarlan PP No. 43 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan dan Pemakaian Nama Perseroan Terbatas minimal 3 kata dan dilarang menggunakan bahasa asing. Untuk PT Perorangan juga berlaku ketentuan yang sama.

Format Penulisan: HURUF BESAR.
Contoh: PT LEGALKU DIGITAL TEKNOLOGI