Pertanyaan:
Saya merupakan masyarakat Indonesia yang setiap hari mengkonsumsi baik barang maupun jasa yang Saya beli dari produsen, tetapi di tengah wabah virus Co Vid 19 Saya ragu apakah barang yang Saya konsumsi aman dari virus atau tidak. Bagaimana perlindungan terhadap Saya dan masyarakat lainnya sebagai konsumen apabila mengkonsumsi produk yang tercemar virus Co Vid 19?
Jawaban:
Hingga 5 Mei kemarin World Health Organization mencatat bahwa angka kasus pandemi Co Vid 19 sudah tembus di angka 3.5 juta kasus sementara di Indonesia Achmad Yurianto sebagai juru bicara Pemerintah terkait penanganan Co Vid 19 mengungumkan hingga 6 Mei 2020 terdapat 12.438 kasus Co Vid 19. Tingginya jumlah kasus ini terjadi karena mudahnya penyebaran virus Co Vid 19 dari manusia ke manusia lain. Menurut pengunguman dari WHO, penyebaran Co Vid 19 dapat terjadi melalui tetesan atau cairan yang keluar dari hidung atau mulut orang yang sudah terinfeksi ke benda atau permukaan yang kemudian dapat memasuki tubuh manusia yang sehat. Dengan system penyebaran yang seperti ini maka terdapat kemungkinan bahwa benda yang tercemar virus adalah produk yang dikonsumsi oleh masyarakat. Beberapa hari yang lalu terdapat kabar bahwa salah satu produk rokok di Indonesia tercemar virus Co Vid 19. Mudahnya cara penyebaran virus ini membuat masyarakat ragu apakah barang yang dikonsumsi terbebas dari virus Co Vid 19? Atas hal ini maka masyarakat sebagai konsumen seharusnya mendapatkan perlindungan hukum atas barang yang ia konsumsi.
Menurut Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen), masyarakat disebut sebagai konsumen apabila mengkonsumsi suatu barang dan/atau jasa yang tersedia di masyarakat namun bukan untuk diperjualbelikan kembali. Sedangkan pelaku usaha menurut Pasal 1 butir 3 UU Perlindungan Konsumen adalah:
“Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian penyelenggaraan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.”
Dalam definisi tersebut maka mencakupi pelaku usaha yang memproduksi barang dan/atau memberikan jasa kepada konsumen. Dalam kasus produk yang tercemar UU Perlindungan Konsumen juga telah mengatur larangan terkait dengan hal ini, khususnya di Pasal 8 ayat 2 hingga 4 UU Perlindungan Konsumen yang berbunyi:
“Pasal 8
- Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
- Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
- Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.”
Prinsip yang dianut oleh UU Perlindungan Konsumen terkait dengan tanggung jawab pelaku usaha diatur pada Pasal 19 UU Perlindungan Konsumen. Pada pasal tersebut diatur bahwa pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang diakibatkan karena mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan pelaku usaha, kecuali apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa hal tersebut terjadi karena kesalahan konsumen. Ganti rugi tersebut dapat berupa penggantian uang atau barang dan/atau jasa, perawatan kesehatan, dan/atau pemberian santunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku.
UU Perlindungan Konsumen ini merupakan aturan yang berlaku untuk semua jenis barang dan/atau jasa yang dikonsumsi oleh konsumen, namun aturan khusus mengenai produk barang dan/atau jasa telah diatur melalui aturan lainnya seperti Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan. Pada keadaan Pandemi Co Vid 19 pemerintah telah melakukan beberapa upaya khusus untuk melindungi konsumen diantaranya dengan melarang beroperasinya pabrik, kantor, maupun industri yang tidak dikecualikan untuk beroperasi dan Surat Edaran Menteri Perindustrian No 4 Tahun 2020, dan beberapa aturan lainnya.
[/tatsu_text][/tatsu_column][/tatsu_row][/tatsu_section]