Dalam data Kementerian Ketenagakerjaan, sebanyak 2,8 juta kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) telah dilaporkan selama masa pandemi ini. Sedangkan, berdasarkan pendapat Kamar Dagang dan Industri bidang UMKM, diperkirakan sebanyak 15 juta pekerja UMKM menjadi korban, baik yang dilaporkan maupun yang tidak. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha. Sebelum hak dan kewajiban tersebut berakhir – baik dari sisi pengusaha maupun karyawan, sudah sepatutnya kita mengetahui hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam persoalan PHK. Semua pihak sudah sepatutnya dengan segala upaya mengusahakan agar jangan terjadi PHK. Dalam hal ini, Pengusaha dilarang melakukan PHK atas alasan: berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter, berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara, menjalankan ibadah agamanya, menikah, pekerja wanita hamil, melahirkan, gugur, atau menyusui bayinya, menjadi anggota/pengurus serikat pekerja, dan ketentuan lainnya yang diatur pada Pasal 153 UU Ketenagakerjaan. Namun, terkait dengan PHK yang dilakukan di masa pandemi ini, PHK banyak dilakukan atas alasan:
- Ketersediaan bahan baku industri yang semakin menipis: Dengan menurunnya lalu lintas pengiriman bahan, produksi industri menurun sehingga berpotensi dilakukan pengurangan pekerja dalam menjaga arus kas Perusahaan.
- Melemahnya Rupiah terhadap Dollar: Rupiah sempat menyentuh nilai 17 ribu per Dollar. Jika situasi berlanjut, Perusahaan terbebani dengan adanya biaya produksi menggunakan bahan-bahan impor yang makin tinggi harganya.
- Menurunnya pengunjung pariwisata Indonesia: Negara mencegah perpindahan penduduk untuk menekan kurva penyebaran virus. Pada masa ini, industri pariwisata terpaksa merumahkan pekerja-pekerjanya.
- Anjloknya indeks saham gabungan: pendapatan Indonesia dari harga ekspor minyak dan indeks saham secara kumulatif menurun. APBN banyak yang tidak terealisasi. Akibatnya, pendapatan negara dan perusahaan-perusahaan secara bersama-sama pun menurun dan banyak nasib para pekerja yang semakin terpuruk.
Menurut UU Ketenagakerjaan, ada beberapa poin penting yang wajib Pengusaha penuhi terkait hak-hak karyawan yang di-PHK, yaitu: 1. Uang Pesangon, yaitu pembayaran berupa uang dari Pengusaha kepada Pekerja akibat adanya pengakhiran hubungan kerja tersebut. Perhitungan uang pesangon adalah sebagai berikut:
- masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
- masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
- masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
2. Upah Penghargaan Masa Kerja, yaitu penghargaan pengusaha kepada pekerja yang dikaitkan dengan lamanya masa kerja Pekerja. Perhitungan uang penghargaan masa kerja adalah sebagai berikut:
- masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
- masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
- masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
3. Uang penggantian hak, atau hak-hak lain yang diatur dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama, peraturan perusahaan, seperti:
- cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
- biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya tempat pekerja/buruh diterima bekerja;
- penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
- hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Penghitungan dalam hak atas uang pesangon dan penghargaan masa kerja dilakukan secara prorata, sebagaimana dicantumkan pada Pasal 156 UU Ketenagakerjaan. Tetapi, beragam alasan PHK turut menentukan hak apa saja seharusnya pekerja dapat. Contohmya:
- mengundurkan diri tanpa tekanan (1x Uang Penggantian Hak)
- tidak lulus masa percobaan (Tanpa Kompensasi)
- pekerja melakukan kesalahan fatal (1x Uang Penggantian Hak)
- pekerja melanggar perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (1x Uang Pesangon, 1x Upah Penghargaan Masa Kerja, dan 1x Uang Penggantian Hak)
- PHK Massal karena Perusaan rugi (force majeure) (1x Uang Pesangon, 1x 1x Upah Penghargaan Masa Kerja, dan 1x Uang Penggantian Hak)
- PHK Massal untuk efisiensi (2x Uang Pesangon, 1x 1x Upah Penghargaan Masa Kerja, dan 1x Uang Penggantian Hak)
Dengan demikian, pekerja wajib memperhatikan latar belakang pengakhiran hubungan kerja tersebut agar tidak mengalami kerugian yang seharusnya bisa diantisipasi.