Pertanyaan:
Halo perkenalkan saya merupakan salah satu karyawan yang bekerja sebagai buruh harian lepas pada suatu perusahaan industri kecil. Dikarenakan sudah bekerja satu tahun diperusahaan tersebut apakah saya berhak mendapatkan THR meskipun saya bukan karyawan tetap?
Jawaban:
Sebelum membahas perihal Tenaga Kerja Harian Lepas (TKHL) perlu dipahami mengenai Pengaturan hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja yakni dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Tenaga Kerja) termasuk pengaturan lanjutanya. Di dalam UU Tenaga Kerja, setiap hubungan kerja haruslah didasari akan kesepakatan bersama dan kontrak kerja kita mengenal dua bentuk perjanjian kerja yaitu pertama, Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) dan kedua, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”) sebagaimana disebutkan dan diatur di dalam Pasal 56 ayat (1) UUK. Lebih lanjut, menurut Pasal 56 ayat (2) UUK, pelaksanaan PKWT didasarkan pada jangka waktu dan selesainya suatu pekerjaan tertentu.
Perbedaan PKWT dan PKWTT terdapat dalam hak dan kewajiban yang mereka miliki , sebagai mana jangka waktu , dan mengenai pesangon atau PHK. Pembeda utama yang dimiliki oleh PKWT adalah jangka waktunya sebagaimana dijelaskan dalam pasal 59 : hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, seperti:
- Pekerjaan yang hanya selesai dalam sekali waktu, maksimal waktu penyelesaiannya 3 tahun;
- Pekerjaan yang hanya akan ada secara musiman; atau
- Pekerjaan yang berkaitan dengan suatu produk dan kegiatan baru atau adanya produk tambahan namun masih dalam proses percobaan.
Selama masa kerja pekerja PKWT juga tidak diperbolehkan adanya masa percobaan dalam masa kerja. Mengenai PHK/Pesangon : PHK dapat terjadi sesuai dengan waktu yang sudah diperjanjikan dan pekerja tidak wajib untuk menerima pesangon. Perjanjian kerja dapat berakhir salah satunya adalah jika berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja yang dibuat dalam kontrak kerja dan wajib hukumnya untuk dicatatkan di Disnaker setempat.
Pekerja Harian Lepas
Perjanjian Kerja Harian Lepas atau PKHL merupakan perjanjian yang termasuk dalam PKWT. Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep-100/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu pada pasal 10-12. PKHL sendiri mencakup pekerjaan yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan.Perjanjian Kerja Harian Lepas dilaksanakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, Ketentuan mengenai Masa kerja PKHL :
Karyawan yang bersangkutan bekerja kurang dari 21 hari dalam satu bulan. Apabila karyawan bekerja lebih dari 21 hari atau lebih dalam kurun waktu tiga bulan, maka PKHL harus berubah menjadi PKWT.
Dalam ketentuan mengenai Pesangon dan dalam PHK PKHL terbilang fleksibel dibanding PKWT, hukum perihal PHK dan pesangon juga tidak ditetapkan layaknya PKWTT dan PKWT. Sebab, pekerja dan pengusaha dapat mengatur waktu sendiri sesuai yang dibutuhkan. Namun perludipahami pengaturan lebih lanjut mengenai pengupahan mengenai PKHL yang diatur dalam PP 78 Tahun 2015, dengan bunyi pasal diantaranya:
- Pembayaran upah harus dilakukan dengan mata uang rupiah (Pasal 21)
- Upah dapat dibayarkan secara langsung atau melalui bank (Pasal 22)
- Dalam hal upah dibayarkan melalui bank, maka upah harus dapat diuangkan oleh pekerja pada tanggal pembayaran upah yang disepakati kedua pihak. (Pasal 22)
Ketentuan mengenai Upah dalam PP tersebut dapat dibagi menjadi dua jenis yakni berdasarkan:
- Satuan Waktu : Pengupahan Pekerja/Buruh harian lepas secara waktu berarti dengan menentukan upah yang ditetapkan secara bulanan yang dibayarkan berdasarkan jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari:
- bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 6 (enam) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 25 (dua puluh lima);
- bagi Perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 (lima) hari dalam seminggu, upah bulanan dibagi 21 (dua puluh satu)
- Satuan Hasil : kema ini upah ditetapkan sesuai dengan hasil pekerjaan yang disepakati, dimana upah pekerja dilihat dari hasil yang telah dikerjakan. Hasil dari pekerja juga harus tercatat dengan jelas agar dapat menjadi patokan upah dan nilainya harus berdasarkan kesepakatan nilai hasil pekerjaan. Besar upah ditetapkan dari satuan hitung, misal per potong, per biji, per kilo, per lusin, per kodi, dst. Dengan melihat hasil satuan yang telah dikerjakan, skema ini memungkinkan pekerja akan mendapatkan upah yang berbeda per bulannya karena bergantung dengan produktivitas yang sudah dilakukan pekerja.
Namun yang perlu dipahami bahwa mengenai pengupahan selalu adanya himbauan untuk melakukan sesuai dengan UMR yang ditetapkan kecuali disepakati lainya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Mengenai ketentuan THR untuk PLKH yakni diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Buruh/Pekerja di Perusahaan dimana peraturan ini menggantikan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994. Sesuai dengan yang tertera di Permenaker No.6/2016 pasal 2, pengusaha diwajibkan untuk memberi THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan tetap, karyawan kontrak atau karyawan paruh waktu. Sehingga adanya kewajiban pembayaran THR yang dilakukan pada saat hari keagamaan dengan mata uang rupiah kepada PKLH. Besarnya THR sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat 1 Permenaker No.6/2016 ditetapkan sebagai berikut:
- Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah.
- Pekerja/buruh yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1 (satu) bulan upah .
Ketentuan mengenai jumlah THR pada dasarnya berbeda -beda setiap perusahaan dikarenakan Peraturan Menteri tidak mengatur mengenai hal tersebut, ketentuan itu diatur oleh masing-masing perusahaan lewat memiliki peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
[/tatsu_text][/tatsu_column][/tatsu_row][/tatsu_section]